Hati-Hatilah Dalam Mencintai, Anda Akan Dibangkitkan Bersama Orang Yang Anda Cintai
Islam mengarahkan kepada umatnya agar mencintai sesuatu karena Allah dan membenci juga karena Allah. Sehingga ia mencintai setiap apa yang dicintai Allah. Juga membenci apa-apa yang Allah benci. Cinta dan bencinya mengikuti kecintaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Semua ini bertujuan agar mendapat ridha dan cinta Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Dari sahabat Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
أَوْثَقُ عُرَى اْلإِيْمَانِ: الْمُوَالاَةُ فِي اللهِ، وَالْمُعَادَاةُ فِي اللهِ، وَالْحُبُّ فِي اللهِ، وَالْبُغْضُ فِي اللهِ
“Tali keimanan yang paling kokoh adalah berloyal karena Allah dan memusuhi karena Allah, cinta karena Allah dan benci karena Allah.” (HR. Al-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Kabir no. 11.537 dan Dihassankan oleh Al-Syaikh Al-Albani dalam Al-Shahihah no. 1.728)
Dalam sabda beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang lain, dari hadits Abu Umamah Radhiyallahu ‘Anhu,
مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ وَأَبْغَضَ لِلَّهِ وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ الْإِيْمَانُ
“Siapa yang cinta karena Allah, benci karena Allah, memberi karena Allah, dan menahan pemberian karena Allah, benar-benar telah menyempurnakan imannya.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh al-Albani)
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Tiga hal jika ada dalam diri seseorang, ia akan merasakan manisnya iman; apabila Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selainnya, mencintai seseorang hanya karena Allah, dan benci kembali kapada kekufuran setelah diselamatkan oleh Allah darinya, sebagaimana bencinya jika dilempar ke dalam api neraka.” (HR. Muslim)
Ibnu Abbas rahimahullah berkata, “siapa yang mencintai karena Allah dan membenci karena Allah, loyal (membela) karena Allah dan memusuhi karena Allah, telah mendapatkan wilayah (perwalian) dari Allah dengan itu. Dan seseorang tak akan mendapatkan manisnya iman sehingga bersikap seperti itu walaupun shalat dan puasanya banyak.”
Dalam mencari kawan karib dan teman dekat, haruslah juga didasarkan di atas prinsip ini. Karena siapa yang dijadikan kawan karib dan teman dekat pasti mendapat kecintaan sesuai kadarnya. Terlebih seorang kawab karib –biasanya- akan memberikan pengaruh kepada teman dekatnya. Karenanya, Islam memberikan arahan agar tidak sembarangan memilih kawan karib dan teman dekat.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “seseorang bersama siapa yang dicintainya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
اَلْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ
“Seseorang berada di atas agama kekasihnya.” (HR. Ahmad dengan sanad yang shahih)
Imam Thabrani meriwayatkan satu hadits dari Ali Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
وَلَا يُحِبُّ رَجُلٌ قَوْمًا إِلَّا حُشِرَ مَعَهُمْ
“Tidaklah seseorang mencintai suatu kaum kecuali ia akan dibangkitkan bersama mereka.” (Al-Mundziri berkata: isnadnya bagus. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih al-Targhib wa al-Tarhib: 3/96)
Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: ada seseorang bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tentang hari kiamat. Ia berkata, “Kapankah kiamat itu?” beliau menjawab, “Apa yang sudah engkau siapakan untuknya?” ia menjawab, “Tidak ada, kecuali aku mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
“Engkau bersama dengan siapa yang engkau cintai.”
Anas bin Malik berkata: “Kami tidak pernah merasa gembira seperti kegembiraan kami dengan ucapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
“Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai (di akhirat kelak).”
Kemudian Anas melanjutkan: “Sungguh saya mencintai Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, Abu Bakar dan Umar dan berharap agar saya bisa bersama mereka (di akhirat kelak) disebabkan cintaku terhadap mereka, walaupun saya tidak beramal seperti amalan mareka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tetapi pecinta sejati yang akan mendapatkan kemuliaan ini adalah mereka yang menempuh jalan orang yang dicintainya, mengikuti langkah-langkahnya, berada di atas manhajnya, dan mengambil petunjuknya. Ingat, Yahudi dan Nasrani mengaku mencintai para nabi mereka tetapi tidak mendapatkan nikmat menemani mereka di akhirat dikarenakan mereka menyalahi petunjuk para nabinya.
Kita lihat Abu Thalib sangat mencintai keponakannya namun tidak bisa membersamainya di akhirat karena ia tidak mengikuti Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam keimanan dan petunjuk. Siapa yang ingin bersama orang yang dicintainya ia harus menempuh jalan orang tersebut. Wallahu A’lam.