Mari Kita Ketuk Pintu Syurga Ar-Royan Dengan Ibadah Puasa Kita

إِنَّ فِى الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ ، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ ، لاَيَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ ، فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ ، فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ
“Sesungguhnya di surga ada suatu pintu yang disebut “ar rayyan“. Orang-orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada hari kiamat. Selain orang yang berpuasa tidak akan memasukinya. Nanti orang yang berpuasa akan diseru, “Mana orang yang berpuasa.” Lantas mereka pun berdiri, selain mereka tidak akan memasukinya. Jika orang yang berpuasa tersebut telah memasukinya, maka akan tertutup dan setelah itu tidak ada lagi yang memasukinya” (Muttafaq alaih).
Saudaraku,
Surga Ar Rayan sudah tak asing lagi di telinga orang-orang yang rajin berpuasa.
Ar Rayan secara lughawi (bahasa) berarti; puas, segar dan tidak disapa dahaga. Ar Rayan ini adalah salah satu pintu di surga dari delapan pintu yang ada yang disediakan khusus bagi orang yang berpuasa.
Yang demikian itu karena orang yang berpuasa itu meninggalkan syahwat perut (makan dan minum) dan yang di bawah perut (hubungan biologis) semuanya karena Allah, seperti tersebut dalam hadits Qudsi:
يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَأَكْلَهُ وَشُرْبَهُ مِنْ أَجْلِى
“Karena dia telah meninggalkan syahwat dan makanan serta minumannya karena-Ku.” (Muttafaq alaih).
Saudaraku,
Apa saja kunci pembuka pintu surga ar-Rayan itu?
Memaksimalkan puasa Ramadhan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
 مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan (pahala dari Allah), maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq ‘alaih.)
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Maksudnya adalah (orang yang berpuasa karena) iman kepada Allah Ta’ala dan rela terhadap kewajiban puasa atasnya serta mengharap pahala dan ganjaran-Nya. Ia tidak membenci kewajiban puasa dan tiada ragu terhadap pahala dan ganjaran-Nya. Untuk itu, sesungguhnya Allah Ta’ala mengampuni dosa-dosanya di masa yang lalu.” (Majalis Syahr Ramadhan, hal: 14).
Manfaatkan ketajaman do’a
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah ditanya (oleh seseorang), “Apakah ada do’a yang ma’tsur dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (yang dibaca) ketika berbuka puasa? Kapankah waktunya? Dan apakah orang yang berbuka puasa mengikuti (menjawab) muadzin yang sedang mengumandangkan adzan atau ia tetap meneruskan buka puasanya?.”
Beliau menjawab, “Waktu berbuka puasa adalah saat dikabulkannya suatu do’a, karena sesungguhnya waktu itu berada di penghujung suatu ibadah (puasa). Demikian pula karena manusia pada waktu berbuka berada dalam keadaan yang paling lemah jiwanya, di mana semakin lemah jiwa seseorang dan semakin lembut hatinya, maka semakin dekat pula dirinya untuk kembali kepada Allah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan merendahkan diri di hadapan-Nya.
Sedangkan do’a yang ma’tsur (sewaktu berbuka puasa) adalah seperti sabda Nabi :
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهٌ
“Telah hilang rasa dahaga, dan dan telah basah kerongkongan, serta telah tertetapkan pahala (untukku) insya Allah.” (HR. Abu Daud, Baihaqi, Ad Daruqutni dan dihasankan oleh syekh Al-Bani).
Oleh karena itu jika engkau berdo’a dengan do’a tersebut atau do’a-do’a lainnya (yang ma’tsur dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) ketika berbuka puasa, maka do’a-do’amu akan terkabul. Sebab do’a di waktu tersebut merupakan waktu dikabulkannya sebuah do’a.
Adapun menjawab seruan muadzin, ketika engkau sedang berbuka puasa merupakan perkara yang disyari’atkan (diperintahkan).
Menyediakan buka puasa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang memberi buka puasa bagi orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti pahala orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikit pun.” (HR; Tirmidzi).
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Maksudnya adalah orang yang memberi buka puasa dengan menu buka puasa yang paling ringan sekalipun hanya sekadar sebutir kurma, maka pahala yang ia dapatkan sebanding pahala orang yang berpuasa.
Oleh karena itu, hendaknya seorang muslim memiliki perhatian serius untuk menyediakan buka puasa sesuai dengan kadar kemampuannya. Terlebih (menyediakan buka puasa) bagi mereka yang sangat membutuhkan, baik itu lantaran kemiskinan yang mendera mereka atau barang kali karena mereka tidak memiliki orang yang menyiapkan makanan buka puasa bagi mereka atau yang senada dengan itu.”
Menikmati malam yang terbatas
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallambersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan shalat (qiyamul-lail), karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah, maka pastilah akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq ‘alaih).
Qiyam Ramadhan, meliputi shalat (tahajjud) di awal atau di penghujung malam. Atas dasar ini, maka shalat Tarawih termasuk qiyam Ramadhan.
Maka dari itu, hendaknya setiap muslim bersungguh-sungguh memelihara dan menjaga qiyam Ramadhan dengan mengharap pahala dan ganjaran dari Allah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Malam-malam Ramadhan hanya beberapa saat waktunya, yang semestinya seorang mukmin yang cerdas tidak menyia-nyiakan momentum tersebut, sebelum kesempatan itu sirna. Dan tidak ber-etika, seseorang keluar meninggalkan shalat malam sebelum sang imam menyelesaikan shalat malam dan witirnya, karena (orang yang shalat malam bersama imamnya hingga sempurna), maka ia mendapatkan pahala shalat malam seutuhnya.
Wanita diperbolehkan mengikuti shalat tarawih (dengan berjama’ah) di masjid, jika tidak mendatangkan fitnah bagi kaum laki-laki atau sebaliknya apabila ia merasa aman dari fitnah mereka. Tetapi ia harus mengenakan pakaian yang menutupi aurat dan wajahnya, tidak bersolek, tidak memakai wewangian, serta tidak mengangkat suara dan tidak pula menampakkan kecantikannya. (Majalis syahr Ramadhan, hal: 28 dan 30).
Jadikan santap sahur sebagai tonggak shiyam
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Bersantap sahurlah kamu sekalian, karena sesungguhnya dalam santap sahur itu ada barakah.” (Muttafaq alaih).
Santap sahur seluruhnya adalah barakah, maka janganlah kamu sekalian meninggalkannya walaupun santap sahur yang dilakukan salah seorang dari kalian hanya sekadar dengan meminum seteguk air. Karena bagi penyantap sahur hendaknya berniat dengan sahurnya tersebut untuk melaksanakan perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan meneladani perbuatan beliau sehingga sahurnya terhitung ibadah. Juga berniat untuk menguatkan pelaksanaan puasanya, sehingga tercatat baginya pahala.
Disunnahkan untuk mengakhirkan sahur selama tidak dikhawatirkan datangnya waktu shubuh, karena demikianlah yang diperbuat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan mengakhirkan sahur, lebih menguatkan (mental) orang yang berpuasa dan (sebagai upaya) menghindarkan diri dari tidur sewaktu shalat shubuh. (Majalis syahr Ramadhan, hal: 76).
Saudaraku,
Semoga kita bisa memaksimalkan momentum Ramadhan ini, untuk merebut surga. Dan masuk lewat pintu yang istimewa, yakni Ar Rayan. Amien.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.