Ibadah Adalah Puncak Dari Rasa Cinta

“Dan Cinta… dapat menghilangkan segala rasa sakit.” ~ Al-Bushiri.

Wajah Tsaubaa’ terlihat pucat, sehingga seorang sahabat bertanya kepadanya:  “Ya Tsaubaa’, mengapa engkau terlihat pucat? Apakah engkau kurang sehat?” ujar sahabat.

“Alhamdulillah sehat, akan tetapi aku sudah tiga hari tidak berjumpa dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,” jawab Tsaubaa’.

Kerinduan kepada seseorang yang kita cintai terkadang mempengaruhi jiwa dan alam pikiran. Bahkan terkenang setiap waktu.

Dan ini terlukis di wajah Tsaubaa’ yang rindu berjumpa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, rindu mendengarkan taujih, arahan beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Rindu mendengar berita wahyu yang baru turun. Bahkan sekadar ingin memastikan apakah Raasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, baik-baik dan sehat-sehat saja.

Kisah lain yaitu tentang sahabat bernama Ka’ab, yang setiap sebelum subuh mencari air lalu memberikannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk berwudhu. Demikianlah yang dilakukan Ka’ab setiap hari menjelang Subuh, sehingga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, berkata: “Ya Ka’ab, mintalah apa yang engkau inginkan. Nanti aku mohonkan kepada Allah, dan Insya Allah akan dikabulkan,” ujar Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

“Saya tidak minta apa-apa ya Rasulullah. Saya hanya ingin bersama engkau di surga Allah,” jawab Ka’ab.

“Kalau engkau ingin bersamaku di Surga kelak, maka bantulah dengan memperbanyak sujud,” kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

“Katakanlah (Ya Muhammad): Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku (Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam). Maka kalian akan dicintai Allah dan diampuni segala dosa kalian…” (QS Ali Imran:31)

Cara mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah dengan menghidupkan sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bukan dengan mengada-adakan sesuatu yang tidak ada tuntunannya di dalam Al Quran maupun sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Ibadah adalah puncak dari rasa kecintaan. Dia berawal dari pengenalan kita terhadap ayat-ayat Allah, baik ayat qawliyyah (Al-Qur’an dan Sunnah) maupun ayat-ayat kawniyyah (Alam dan seluruh makhluk).

Dari pendalaman memahami ini, akan mulai muncul rasa simpati kepada kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala, kepada nikmat Allah, kekuasaan Allah, kebaikan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sebagainya.

Barulah kemudian mewujud dalam bentuk ketaatan yang sejati, kesetiaan yang tak mudah goyah, yang berujung dalam bentuk penghambaan dan penyerahan total diri kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Inilah hakekat ibadah yang sebenarnya, yaitu pengabdian kepada Yang Maha Pencipta, Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Upaya penghambaan ini tentu akan berbuah manis, yaitu beroleh cinta dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, diampuni segala dosanya dan dimasukkan ke dalam surga-Nya.

Semoga ibadah Ramadhan ini, kian menuntun kita semakin dekat kepada cinta Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kalau mengerti jenisnya lebah
Tentu hindari si pohon kapuk
Kalau mengerti makna ibadah
Tentu menjadi lebih khusyuk

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.