Rukun Wudhu

Wudhu mempunyai beberapa rukun yang harus dipenuhi secara sempurna. Jika salah satu rukun tersebut tertinggal, maka wudhu yang dilakukan tidak sah menurut hukum syara’. Uraian lengkapnya sebagaimana berikut:

1.    Niat

Hakikat niat adalah keinginan yang ditujukan pada suatu perbuatan tertentu demi menggapai ridha Allah dan sebagai wujud pelaksanaan atas perintah-Nya. Niat merupakan perbuatan hati, yang tidak berhubungan dengan ucapan secara lisan. Dan emlafalkan niat tidak ada ajaran dalam syara’. Dalil diwajibkannya niat adalah hadits Umar rs., Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

“Sesungguhnya amal perbuatan tergantung pada niat.[1] Dan sesungguhnya setiap orang (mendapatkan balasan) sesuai dengan niatnya” [2](HR.Bukhari-Muslim)

2.    Membasuh muka satu kali

Yaitu mengalirkan air ke muka. Sebab, arti membasuh adalah mengalirkan. Batas panjang muka ialah mulai dari bagian atas dahi hingga dagu. Sedangkan batas lebarnya dimulai dari tepi telinga sebelah kanan hingga tepi telinga sebelah kiri.

3.    Membasuh kedua tangan hingga ke siku

Siku adalah sendi yang menghubungkan tangan dengan lengan. Kedua siku tersebut termasuk anggota tubuh yang wajib dibasuh. Inilah yang selalu dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Dan tidak ada keterangan lain yang menegaskan, bahwa beliau pernah meninggalkannya.

4.    Mengusap kepala

Maksudnya adalah mengusapkan air ke kepala hingga basah. Bentuk mengusap tidak bisa terwujud kecuali menggerakkkan anggota tubuh yang dipergunakan untuk mengusap dan

menempelkannya pada anggota yang diusap. Maka, dengan hanya meletakkan tangan atau jari pada anggota tubuh yang lain, hal yang sedemikian tidak bisa dikatakan sebagai mengusap.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berbunyi “…dan usaplah sebagian dari kepala kamu,…” tidak mewajibkan mengusap kepala secara keseluruhan. Tapi mengusap sebagian kepala sudah cukup memnuhi perintah yang terdapat dalam ayat ini. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Mempraktikkan ayat ini dengan tiga cara, yaitu:

    Mengusap seluruh kepala. Seabgai dasar atas hal ini adalah hadits yang bersumber dari Abdullah bin Zaid, bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Mengusap kepalanya dengan kedua tangannya. Beliau mengusapkan kedua tangannya yang telah dilekatkan ke kepala, yaitu dari bagian depan kepalanya, lalu memutar kedua tangannya hingga ke tengkuk, kemudian memutarnya lagi hingga ke tempat di mana beliau memulai.[3]
    Mengusap serban. Sebagai dasar atas hal ini adalah hadits yang bersumber dari ‘Amar bin Umayyah Radhiyallahu ‘Anh . Ia berkata, “Saya pernah melihat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Mengusap serban dan kedua khufnya(ketika berwudhu).”[4] (HR Ahmad,Bukhari dan Ibnu Majah.)
    Bilal Radhiyallahu ‘Anh Berkata, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Bersabda, “Usapkanlah pada khuf dan penutup kepala.(baca:serban)”[5] (HR Ahmad.) Umar Radhiyallahu ‘Anh Berkata,”Barangsiapa yang tidak menganggap suci perbuatan mengusap serban, semoga Allah tidak menyucikan dirinya.[6]” Masih banyak hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan ulama hadits lain yang berkaitan dengan masalah ini, di samping perbuatan ini telah dilakukan kebanyakan ulama.
    Mengusap ubun-ubun dan serban. Sebagai dasar atas hal ini adalah hadits dari Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu ‘Anh,bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berwudhu lalu mengusap ubun-ubun, serban dan kedua khufnya.”[7] (HR Muslim)

Inilah beberapa cara yang dilakukan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam mengusap kepala, dan beliau tidak pernah mengusap sebagian kepala, meskipun ayat Al Qur’an memperbolehkan untuk berbuat demikian, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Sementara mengusap rambut kepala yang berada di luar area kepala belum dianggap cukup sebagai bentuk mengusap kepala.

5.    Membasuh kedua kaki hingga kedua mata kaki

Hal ini berdasarkan kepada keterangan hadits mutawatir yang meliputi perbuatan dan ucapan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anh Berkata, “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Pernah terlambat dari rombingan kami pada saat dalam bepergian. Sehingga kami pun menunggunya, sedangkan waktu Ashar sudah menjelang. Lantas kami segera berwudhu, dan terpaksa mengusap kaki, (karena dikhawatirkan tidak sempat mengerjakan shalat Ashar). Melihat tindakan kmai, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Segera menyeru dengan suara keras, “Sungguh celakalah bagi utmit (yang tidak sempurna dibasuh, karena ia akan dijilat) api neraka!” Beliau mengulangi perkatannya itu sebanyak dua atau tiga kali.”[8]

Abdurrahman bin Abu Laila berkata,”Para sahabat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Sepakat bahwa hokum membasuh kedua mata kaki adalah wajib.”

Semua rukun wudhu, sebagaimana yang telah disebutkan, terangkum dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan usaplah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. (Al Maidah(5):6)

6.    Tertib dan berurutan

Allah Subhanahu wa Ta’ala Menyebutkan rukun-rukun wudhu dalam ayat tersebut secara berurutan dengan memisahkan antara kedua kaki dari kedua tangan-padahal kedua anggota tubuh tersekat wajib dibasuh- dan kepala yang wajib diusap. Orang Arab biasanya tidak memisahkan sesuatu dari perkara-perkara yang sama dan sebanding, melainkan jika ada maksud tertentu. Dalam masalah ini, tentunya agar mengerjakan rukun-rukun wudhu secara berurutan dan tertib. Disamping itu, ayat tersebut menjelaskan perkara-perkara yang wajib dilakukan. DAlil lain yang mewajibkan tertib dan berurutan dalam mengerjakan rukun wudhu adalah makna umum dari sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam,

“Mulailah suatu perkara berdasarkan pada apa yang telah dimulai oleh Allah.”[9]

Disamping itu, terdapat Sunnah amaliah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Yang menerangkan bahwa beliau senantiasa mengerjakan rukun-rukun wudhu itu secara berurutan dan tertib. Tidak ada satu hadits pun yang mengaskan bahwa beliau pernah wudhu tanpa mengikuti urutan dan tertib.[10]

Wudhu merupakan suatu ibadah dan asa utama dalam beribadah yang harus dilakukan sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Jadi,tidak seorang pun dibenarkan menyalahi apa yang dilakukan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Berkaitan dengan tata cara wudhu, sebab tat cara tersebut sudah ditetapkan beliau.

[1] Sahnya amal perbuatan hanya dengan niat. Jadi, amal tanpa niat tidak dianggap sah oleh syara’.

[2] HR Bukhari kitab “Bad’ Al Wahyi,” jilid I, hal.2. Muslim kitab “Al Imarah” (kitab: kepemimpinan), bab  Qauluhu Sahllaahu ‘alaihi wa sallam..Innama Al A’mal bi An Niyyah” (sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam…Sah atau tidaknya amal bergantung kepada niat’) (155) , jilid III hal. 1515. Abu Daud kitab “ath-Thalaq”, bab Fi ma’ani bihi ath thalaq wa an Niyyat “ (2201), jilid I hal. 651. Nasai kitab “ath-Thaharah,” bab “An Niyyah fi al Wudhu’, jilid I hal 58. Tirmidzi kitab “Fadha’il al Jihad,” bab “fi ma Jaa fi man YuqATIL Riya’an wa li ad-Dun-ya” (1647), jilid IV hal. 19, Ibnu Majah kitab “az-Zuhd (kitab: Zuhud),” bab “an Niyyah, jilid II hal. 1413. Baihaki, jilid I hal. 41 . Musnad Ahmad, jilid I hal. 25,43,75, dan 437.

[3]  HR Bukhari kitab “al Wudhu’,”, bab “Mash ar Ra’s Kullih”, jiid I.hal. 58. Muslim kitab “Ath Thaharah,” bab fi wudhu An Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam..” (235) jilid I, hal.211. Abu Daud kitab “Ath Thaharah,” bab “Shifah Wudhu’ an Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam..” (118), jilid I.hal. 87. Nasai kitab “Ath Thaharah,” bab “Hadd al Ghusl” (97),jilid I.hal. 71. Tirmidzi dalam kitab “Abwab ath Thaharah,” bab “Ma Jaa fi Mash Ar Ra’s,annahu Yubda’ bi Muqaddam Ar Ra’s ila Muakhkhirikh” (32), jilid I hal. 47. Ibnu Majah kitab “Ath Thaharah,” bab Maa Jaa fi Mash Ar Ra’s”(434),jilid I hal. 150.

[4]  HR. Bukhari kitab “Al Wudhu’,” bab “al Mash ‘ala Al Khuffain,” jilid I, hal. 60.Lihat Ibnu Majah kitab “Ath Thaharah,” bab “ Ma Jaa fi Al Mash ‘ala Al Imamah”(562), jilid I, hal.186. Musnad Ahmad, jilid IV, hal. 248 dan jilid VI, hal. 13-14.

[5]  HR.Muslim kitab “Ath Thaharah,”, bab “Al Mash ‘ala An Nashiyah wa Al Imamah”(84), jilid I,hal.231. Al FAth Ar Rabbani, jilid II, hal. 60-61. dan demikian juga Abu Daud (153) i(,jilid I,hal. 75-76. Tirmidzi (101). Ibnu Majah (561) dengan lafaz: “Beliau (rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.) membasuh kepada  kedua khufnya dan surbannya.”

[6]  Disebutkan oleh asy-Syaukani dalam Nail Al Authar,jilid I,hal.165, namum beliau tidak memberi komentar kepadanya. Riwayat lain menggunakan lafaz berikut: “Barangsiapa yang tidak menganggap suci air laut…” dan diriwayatkan oleh Daraquthni dan Baihaki dari Abu Hurairah, namun ia dikategorikan sebagai dha’if. Lihat Dha’if Al Jami’ ad-Dha’ifah(4657).

[7] HR Muslim kitab “Ath Thaharah,”, bab “Al Mash ‘ala An Nashiyah wa Al Imamah” (83), jilid I,hal. 231. Lihat uraian terperinci masalah ini dalam Subul As Salam, jilid I, hal.107. Zad Al Ma’ad, jilid I,hal.193. Al Mughni,jilid I,hal.87. Nail Al Authar, jilid I, hal.i 155-159. dan Ahkam Al Qur’an,jilid II, hal. 568.

[8] HR Bukhari kitab “Al Wudhu’,” bab “ Ghusl Ar Rijlain wa la Yamsah ‘ala Al Qadamain,” jilid I,hal.52. Muslim kitab “ath-Thaharah,” bab “Wujub Ghusl Ar Rijlain bi Kamalihima,” jilid I, hal.213,214 dan 215. Redaksi hadits ini milik Bukhari.

[9] Musnad Ahmad, jilid III, hal. 394 dan Baihaki, jilid I,hal.85. Dalam Nashb Ar Rayah dinyatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah. Juga diriwayatkan Nasai, Daraquthni, dan Baihaki dan SunAn nya, jilid III, hal.54. Dalam Talkhish Al Habir dinyatakan bahwa hadits ini diriwayatkan Nasai dari Jabir dengan lafaz serupa dan panjang. Ia diklasifikasikan sebagai shahih oleh Ibnu Hazm. Hadits tersebut diriwayatkan melalui jalur sanad Daraquthni. Muslim meriwayatkan menggunakan lafaz: dengan menggunakan kalimat berita. HR Ahmad,Malik,Ibnu Al Jarud, Abu Daud,Tirmidzi,Ibnu Majah,Ibnu Hibban dan Nasai,jilid II,hal. 250.Hadits ini adalah dha’if jika menggunakan susunan lafaz sebagaimana yang dipaparkan oleh pengarang (Sayyid As Sabiq) di sini. Malah Al Albani turut meyatakannya sebagai dha’if dalam Dha’ifa Al Jami’(26). Dan menjadi shahih apabila menggunakan lafaz: dengan menggunakan kalimat berita, sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dan selainnya. Pengarang (Sayyis As Sabiq) menyebutkannya dengan menggunakan kalimat berita ini dalam bab Haji.

[10] Sebaliknya, dalam sebuah hadits ditegaskan bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. pernah berwudhu’ dan mengakhirkan berkumur-kumur serta memasukkan air ke dalam hidung setelah membasuh telapak tangannya sebanyak tiga kali. Kemudian beliau membasuh wajahnya sebanyak tiga kali, membasuh kedua lengannya sebanyak tiga kali, lalu diikuti dengan kumur-kumur serta memasukkan air ke dalam hidung. masing-masing sebanyak tiga kali. Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan diklasifikasikan sebagai shahih oleh Al Albani dalam shahih Abu Daud (112-114). Lihat  Nail Al Authar,jilid I,hal.144. Al Mughni,jilid I, hal.84 dan As Sail al Jarrar. Jilid I,hal.90.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.