Tahukah Anda, Hadits “Allahumma Bariklana Fiirajaba Wa Sya’bana” Dhaif..?

Oleh: Abu Nida
Follow: @AbuNida2008

Sya’ban adalah merupakan bulan persiapan untuk menyambut datangnya bulan mulia yaitu Ramadhan Mubarak. Pada bulan ini kita sering mendapatkan anjuran untuk memperbanyak doa

اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

Allaahumma Baarik Lanaa Fii Rajaba Wa Sya’baanaa Wa Ballighnaa Ramadhanaa

“Ya Allah berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikan kami kepada Ramadhan.”
Doa tersebut adalah doa yang paling terkenal dan dibaca oleh sebagian besar Muslim pada bulan Rajab, mulai dari anak-anak hingga orang tua, bahkan di kampung-kampung doa ini dijadikan sebagai puji-pujian menjelang Sholat Fardhu setelah Adzan sambil menunggu Sholat berjama’ah dimulai.

Kali ini kita akan membahas kedudukan Hadits tersebut, untuk mengetahuinya secara jelas agar tidak terjadi kesalahfahaman dalam memandang kdudukan Hadits doa ini. Teks lengkap hadits ini adalah sebagai berikut:

Terdapat dalam Musnad Imam Ahmad (1/259), no. 2346;

حَدَّثَنَا عَبْد اللَّهِ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ عَنْ زَائِدَةَ بْنِ أَبِي الرُّقَادِ عَنْ زِيَادٍ النُّمَيْرِيِّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ رَجَبٌ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبَ وَشَعْبَانَ ، وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَوَكَانَ يَقُولُ لَيْلَةُ الْجُمُعَةِ غَرَّاءُ وَيَوْمُهَا أَزْهَرُ

“Abdullah menyampaikan kepada kami, Ubaidullah bin Umar menyampaikan kepada kami, dari Zaa-idah bin Abi al-Raqqad, dari Ziyad al-Numairi, dari Anas bin Malik berkata: Apabila masuk bulan Rajab, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membaca:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبَ وَشَعْبَانَ ، وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

“Ya Allah berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikan kami kepada Ramadhan.” Kemudian beliau berkata, “Pada malam jumatnya ada kemuliaan, dan siangnya ada keagungan”.”

Hadits ini juga diriwayatkan Al-Thabrani dalam al-Ausath (4/189), Ibnu Sunni dalam Amal al-Yaum wa al-Lailah (659), Al-Baihaqi menyebutkan dalam Su’ab al-Iman (3/375), Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (6/269), Al-Bazzar dalam Musnadnya (Mukhtasar Zawaidul Bazar li al-Hafidz: 1/285, 402), dari berbagai jalan periwayatan dari Zaidah bin Abu Raqqad, ia berkata, “Telah menceritakan kepadaku Ziyad an Numairi, dari Anas secara marfu’.”

Berkata al-Baihaqi, “Hadits ini hanya diriwayatkan oleh an-Numairi, dan dari dia hanya oleh Zaa-idah. Berkata Bukhari: Zaidah jikalau meriwayaktan dari Ziyad al-Numairi haditsnya munkar.’ An-Numairi ini juga orang yang lemah.

Hadits di atas memiliki 2 perawi yang bermasalah: Pertama, Zaidah bin Abi al-Raqqad. Berikut ini komentar para ulama tentangnya:

– Al-Bukhari mengatakan, “Dia Munkarul hadits.”

– Abu Dawud mengatakan, “Saya tidak mengetahui haditsnya.”

– Al-Nasai mengatakan, “Saya tidak tahu, siapa orang ini”

– Ad-Dzhabi dalam Diwan Ad-Dhu’afa mengatakan, “Tidak bisa dijadikan hujah”

– Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan, “Munkarul hadits”

Kedua, Ziyad bin Abdullah Al-Numairi al-Bashri. Para Ulama mengomentarinya sebagai berikut:

– Yahya bin Ma’in mengatakan, “Hadisnya dhaif.”

-Abu Hatim berkata: Haditsnya ditulis, tapi tidak dijadikan hujjah.”

– Abu Ubaid Al-Ajuri mengatakan, “Saya bertanya kepada Abu Dawud tentang Ziyad ini dan beliau mendhaifkannya.”

– Ibnu Hibban dalam Al-Majruhin mengatakan, “Munkarul hadits. Dia meriwayatkan dari Anas beberapa riwayat, yang sama sekali tidak menyamai haditsnya orang yang terpercaya. Tidak boleh berhujjah dengannya.”

– Al-Daruquthni, “Dia tidak kuat.”

– Ibnu Hajar mengatakan, “Dhaif.”

Komentar Ulama Terhadap Hadits Ini

Al-Baihaqi dalam Su’ab al-Iman (3/375) berkata, “Ziyad An-Numairi meriwayatkan sendirian, dan meriwayatkan darinya Zaidah bin Abi al-Raqqad. Al-Bukhari berkata: Zaidah bin Abi al-Raqqad dari Ziyad al-Numairi adalah haditsnya munkar.”

Al-Nawawi dalam Al-Adzkar (hal. 274) berkata, “Kami telah meriwayatkannya dalam Hilyah al-Auliya dengan sanad yang dhaif.”

Al-Dzahabi dalam Mizan al-I’tidal (3/96), saat menyebutkan biografi Zaidah dan menyebutkan haditsnya, beliau berkomentar: “Juga dhaif.”

Al-Haitsami dalam Majma’ Al-Zawaid (2/165) mengatakan, “Al-Bazzar meriwayatkannya dan di dalam sanadnya terdapat Zaidah bin Abi Raqqad, Al-Bukhari berkata: “Munkarul hadits, sementara sekelompok ulama lainnya menyatakan sebagai perawi majhul (tidak dikenal).”

Ibnu ‘Alan dalam al-Futuhat al-Rabbaaniyah (4/335) berkata, “Dinukil dari al-Hafid Ibnu Hajar, beliau berkata: Hadits gharib yang dikeluarkan al-Bazzar dan Abu Nu’aim.”

Syaikh Ahmad Syakir dalam Takhrij Musnad Imam Ahmad mengatakan, “Sanadnya dhaif.”

Syaikh Syu’aib al-Nauth dalam Takhrijnya terhadap Musnad Imam Ahmad juga mengatakan, “Isnadnya dhaif.”

Sementara Syaikh Al-Albani mengutip komentar Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 3:375 yang menyatakan,

تفرد به زياد النميري وعنه زائدة بن أبي الرقاد قال البخاري : زائدة بن أبي الرقاد عن زياد النميري منكر الحديث

“Ziyad An-Numairi sendirian dalam meriwayatkan hadis ini. Sementara Zaidah bin Abi Ruqqad meriwayatkannya dari Ziyad. Bukhari mengatakan: Zaidah bin Abi Ruqqad dari Ziyad An-Numairi, munkarul hadits.” (Sumber: www.saaid.net)

Kesimpulan:
Dari komentar para Ahli Hadits tentang Hadits yang banyak diamalkan pada bulan Rajab ini ternyata terbangun dari sanad yang lemah. Dengan demikian Hadits ini idak dapat dijadikan sebagai dasar yang benar untuk berhujjah maupun beramal. Hal ini berarti Hadits tersebut tidak dapat dijadikan sebagai landasan pengamalan doa khusus di bulan Rajab di atas untuk mendapatkan keutamaan dan pahala besar adalah tidak dibenarkan.

Namun bagi siapa yang meminta kepada Allah agar diberkahi pada bulan Rajab dan Sya’ban serta disampaikan kepada Ramadhan –bukan sebagai ubudiyah khashshah di bulan Rajab ini- maka tidak mengapa. Karena ia berdoa dengan doa yang bersifat umum yang mungkin dikabulan. Maka larangan terhadap amalan hadits di atas adalah menghususkannya di bulan Rajab dan meyakininya sebagai amalan istimewa di bulan ini, yang siapa mengamalkannya berarti ia telah beribadah kepada Allah dengan ibadah khusus di dalamnya dan mendapatkan kemuliaan dan pahala besar dengan membacanya di bulan ini yang tidak bisa didapatkan pada bulan-bulan selainnya. Wallahu Ta’ala A’lam. (ANP/AbuNida/IXV)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.